Karakteristik kepemimpinan Islam menurut Buya Hamka dapat diidentifikasi menjadi karakteristik spiritual, karakteristik moral dan karakteristik fisik.
Karakter utama yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin diantaranya adalah amanah dan jujur, berani, bijaksana dan setia kawan.
Faktor yang bisa mendorong seseorang menjadi pemimpin diantaranya adalah karena faktor keturunan, kekuatan, kepandaian, pemimpin lain mengakuinya sebagai pemimpin, faktor agama dan paham yang dianut serta faktor kegairahan untuk mendapatkan kekuasaan.
Kepemimpinan dalam perspektif Islam bisa didekati dengan dua istilah yaitu sebagai khalifah dan imamah .
Buya Hamka dalam penafsirannya mengenai QS. An-Nisa : 59, menfokuskan pembahasannya tentang penegasan agar taat kepada penguasa, dimana hal ini merupakan fokus sentral dari pembahasan ayat tersebut.
Buya Hamka mendasari ini berdasarkan asbab al-nuzul ayat. Seseorang wajib menaati pemimpin, kendatipun terhadap hal-hal yang tidak dapat diterima atau perintah yang dapat merugikan dan mencelakakan kita sendiri.
Namun, Hamka dalam kesimpulannya mengatakan dengan menelaah kembali kepada asbab al-nuzul QS. An-Nisa :59, dimana ayat ini memberikan isyarat taat kepada pemimpin itu ada batasnya, dimana perintah itu tidak dalam kemaksiatan, kesesatan, kehancuran dan juga hal-hal yang tidak logis untuk dilaksanakan.
Hamka juga menegaskan bahwa jiwa seorang pemimpin yang adil memberikan perintah kepada rakyatnya dalam hal-hal yang memang wajar dan sesuai dengan hukum dan undang-undang, maka haram meninggalkan perintah tersebut.
Baca juga:
R. Kholis Majdi: HTI Tidak Berpolitik!
|
Di dalam asbab nuzul juga digambarkan bahwa para sahabat sangat berpegang teguh kepada perintah Allah dan Rasulullah agar mereka selalu taat kepada pemimpin.
Hal ini tentu bukan suatu hal yang baru dimana para sahabat juga mengikuti perintah pemimpin secara totalitas, padahal ada perbedaaan dalam perintah taat kepada Allah dan Rasul dengan perintah taat kepada pemimpin.
Bersambung....